Selasa, 04 Desember 2007

Menghindari Su’ul Khatimah (1)

Pada suatu hari ada satu rombongan dari Iran berkunjung ke Najaf. Najaf, adalah sebuah kota di Irak tempat dimakamkannya Imam Ali kw. Di situ juga terdapat banyak pesantren-pesantren. Hampir semua ulama-ulama besar di kalangan Ahlulbait, pernah singgah dan belajar di Najaf ini. Bahkan pernah salah seorang lulusan Najaf berkunjung kepada kita, dan shalat di Mihrab ini (masjid Al-Munawarah) Beliau mengajak saya untuk sekali waktu belajar juga di Najaf, sekaligus mengambil berkah dan ulama-ulama besar di sana. Imam Khomaini juga pernah menghabiskan masa di Najaf.

Karena menjadi pusat ilmu pengetahuan, Najaf kemudian memperoleh gelar Najaf Al-Asyraf, Najaf yang mulia. Kota ilmu kedua setelah Najaf adalah Qum. Najaf ini, seperti kita ketahui pada peperangan akhir-akhir ini, sudah duluan jatuh sebelum Baghdad. Ketika Tentara Inggris mau masuk ke Najaf, mau menjarah Masjid Imam Ali yang ada di situ, seluruh penduduk kota Najaf berbaris membentuk tameng-tameng hidup. Ribuan manusia berbaris di jalan raya menghalangi tentara Inggris yang mau masuk ke situ. Tampaknya penduduk itu bertekad untuk syahid, demi mempertahankan kesucian kota Najaf.

Ada satu rombongan dan Iran, berkunjung kepada salah seorang di Najaf. Sebelum berpisah, sebelum pulang ke kampung halamannya mereka meminta doa supaya memperolah husnul khatimah (di kalangan mazhab Ahlulbait, istilah yang lebih populer bukan husnul khatimah, tetapi husnul ‘aqibah ("ujung yang paling baik, ujung kehidupan yang paling baik"). Jadi mereka meminta doa agar memperoleh husnul khatimah. Doanya pendek, bunyinya: "Allahummaj’al aqibata amrina khaira; ya Allah, jadikanlah ujung dan urusan kami ini kebaikan" Kepada yang hadir waktu itu, katanya, Mirza Al Kabin, quddisa sirruh, ulama besar itu berkata, "Mereka minta doa kepadaku doa yang paling penting, dan tidak ada doa yang lebih utama, lebih penting dan doa yang tadi." Yaitu kita berdoa, mudah-mudahan akhir dan urusan kita kebaikan, karena kalau akhir urusanitu keburukan, kita termasuk orang yang paling rugi. Akhir yang buruk itu disebut su’ul aqibah, atau lebih populer di tempat kita sebagai su‘ul khatimah, Al-Qur’an bahkan mengajarkan kepada kita doa supaya kita terhindar dari su’ul khatimah. "Rabbana la tuzigqulubana ba’da idz hadaitana wahablana min ladunka rahmah, innaka antal wahab.": Ya Allah, janganlah kau gelincirkan hati kami setelah kau berikan petunjuk kepada kami, anugrahkanlah kepada kami kasih sayangmu, sesungguhnya Kau Maha Pemberi Anugerah".

Tergelincirnya hati setelah mendapat petunjuk adalah ciri su’ul khatimah Jadi, kalau kita mengajami kehinaan setelah kemuliaan, atau mengalami Niqmah setelah Ni‘mah, mengalami bencana setelah mendapat anugrah, memiliki kemalangan setelah memperoleh keberuntungan kita masuk dalam su’ul khatimah. Di dalam Al-Quran misalnya Allah memberikan contoh satu negeri, yang mengalami su’ul khatimah itu, misalnya QS. An Nahl:112, "Allah berikan perumpamaan satu negeri yang aman tenteram dan damai, rezekinya datang melimpah dari setiap penjuru lalu penduduk itu kafir kepada nikmat Allah, dan Allah timpakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan lantaran apa-apa yang mereka lakukan ". Negeri itu memperolah su’ul khatimah, karena semula negeri itu makmur, tapi kemudian negeri itu hancur. Mula-mula negeri itu memperoleh makanan dan segala penjuru, tapi karena mereka kafir kepada nikmat Allah, mereka memperoleh bencana demi bencana.

Ciri yang lain dan su’ul khatimah adalah mengalami kekafiran atau kedurhakaan, setelah memperoleh keimanan dan ketakwaan. Orang-orang yang ketika masa mudanya baik-baik banyak melakukan amal salih, tetapi di ujung hidupnya setelah kekayaan mengalir kepadanya dia melakukan kemaksiatan, itu su’ul khatimah, kekufuran dan kefasikan, setelah keimanan dan ketakwaan. Karena itu, di dalam Islam, kalau ada orang tua melakukan kemaksiatan, dia akan memperoleh siksaan lebih banyak, memperoleh ancaman lebih banyak daripada anak muda yang melakukan kemaksiatan yang sama. Bahkan Rasulullah saw pernah bersabda bahwa ada tiga orang yang Allah tidak akan perhatikan dia pada hari kiamat, dan Allah tidak akan bersihkan dia. Dua di antaranya: orang tua yang berzina dan orang miskin yang takabur. Anak muda yang berzina itu berdosa, tapi orang tua yang berzina itu berdosa lebih besar lagi, karena dia berada di ujung kematiannya Dia mengalami su’ul khatimah atau su’ul aqibah.

Sebenarnya, selama kita di dunia ini, Allah telah membersihkan diri kita dengan berbagai ujian dan musibah. Kita juga membersihkan diri kita dengan istighfar, dengan bertaubat, dengan amal salih. Nanti, kalau maut menjemput kita, dan masih ada dosa-dosa di dalam diri kita, Allah belum mau menerima kita. Maka di alam kubur kita memperoleh pembersihan berikutnya, yaitu dengan azab kubur, juga dengan doa-doa kaum Muslimin Yang dikirimkan kepada kita, dengan amal salih orang-orang Islam terhadap kita. Kalau dengan itu pun belum bersih juga dosa kita, nanti ketika dibangkitkan di hari akhirat, kita akan mengalami kesusahan yang luar biasa, kemelut yang menakutkan pada hari kiamat nanti. Kemelut itu juga menjadi pembersih terhadap dosa-dosa kita. Kalau itu pun belum bersih juga,— kata peribahasa Arab, akhiru dawa al kei—, obat yang terakhir adalah kei. Dulu ada kebiasaan orang mengobati, kalau penyakit tak sembuh-sembuh, obat yang terakhir itu adalah kei. Besi dibakar hingga membara, kemudian ditempelkan ke bagian orang yang sakit itu. Pengobatan itu disebut "kei".

Neraka sebenarnya adalah ungkapan kasih sayang Allah, untuk kita. Tapi ada juga yang sudah dimasukkan ke neraka masih belum bersih juga, lalu dia berharap untuk memperoleh syafaat Rasulullah saw, atau para imam yang suci, kalau itu pun tidak dia peroleh, tinggal satu harapan lagi, yaitu kasih sayang Allah. Allah memperhatikan dia kemudian Allah mensucikan dia. Itu adalah yang terakhir.

Tetapi, kata Rasulullah saw, ada orang yang sampai terakhir pun Allah tidak memperhatikan dia. Siapa orang yang malang seperti itu? Orang-orang yang terrnasuk su’ul khatjmah? Kata Nabi, ada tiga orang: (1) kehinaan setelah kita mengalami kemuliaan. (2) kekafiran setelah kita beriman dan bertakwa kepada Allah swt (3) meninggalkan dunia ini tanpa membawa keimanan atau meninggalkan dunia dalam keadaan berbuat dosa. Inilah yang paling buruk.

Di dalam sejarah Islam ada contoh banyak orang yang mengalami su’ul khatimah. Al-Quran menyuruh Rasulullah saw memberikan pelajaran pada umatnya tentang bahaya su’ul khatimah itu. Orang Islam itu harus selalu takut jatuh kepada su’ul khatimah, dan ketakutan itu baru hilang setelah malaikat maut mencabut nyawanya. Barulah dia tahu apakah dia termasuk su’ul khatimah atau husnul khatimah.

Rasulullah disuruh membacakan kepada seluruh umatnya kisah orang-orang yang mengalami su’ul khatimah, untuk dijadikan pelajaran bahwa orang yang salih sekarang ini mungkin orang yang akhlaknya baik, yang ahli ibadah, bisa saja mengakhiri hidupnya sebagai orang yang berbuat kefasikan. Allah berfirman kepada Rasul-Nya: "Bacakan oleh kamu Muhammad) kepada orang-orang Islam itu kisah orang-orang yang te!ah kami berikan kepada dia ayat-ayat kami kemudian dia melepaskan dirinya dan ayat-ayat itu, lalu dia dilkuti setan, maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat." (QS. Al-A’râf: 175)

Biasanya orang sesat itu mengikuti setan, tapi di sini Al-Quran bercerita setan pun sampai ikut kepadanya. Dia jadi imamnya setan dan dia termasuk orang-orang yang sesat. Menurut para ahli tafsir, ayat ini bercerita tentang seorang ulama besar yang mempunyai banyak pengikut dan doanya selalu diijabah Allah. Para ulama menyebut dia memperoleh asma Allah yang agung, yang kalau dia sebutkan Allah pasti mengijabah doanya. Dia orang yang sangat salih. Tetapi kemudian dia tertarik dengan dunia. Dia hidup pada zaman nabi Musa as. Setelah dia menjadi ulama besar, setelah dia memperoleh ayat-ayat Allah, setelah dia mengetahui nama Allah yang agung, kemudian di akhir hayatnya dia tertarik dengan dunia, lalu dia bergabung dengan Fir’aun, kata Al-Quran berikutnya: "Sekiranya Kami kehendaki Kami angkat derajatnya (karena ilmunya, dan kesalihannya itu), dengan ayat-ayat itu, tetapi karena dia ini tertarik kepada urusan dunia, dia tertarik ke bumi, (bukan tertarik ke langit), dan mengikuti hawa nafsunya. Perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu dia mengulurkan lidahnyajuga" (QS. A1-A’râf: 176).

Dia bergabung dengan Fir’aun dan dia diminta berdoa untuk kaum nabi Musa. Berangkatlah dia ke sebuah tanah lapang untuk membacakan doa ,kalau sekarang mungkin semacam istigosah, doa bersama untuk kecelakaan bagi Nabi Musa. Waktu dia berangkat ke tanah lapang dia mengendarai keledai. Ajaib, keledai itu tidak mau berangkat, dia mogok. Walaupun dia pukuli keledainya, tetap ia tidak mau berjalan. Kemudian Allah membuat keledai itu bicara: "Celaka kamu, kenapa kamu pukuli aku. Apakah kamu ingin aku mendatangi bersama kamu suatu tempat agar kamu mendoakan kejelekan bagi nabi Allah dan kaum Mukminin?" Tidak henti-hentinya dipukuli keledai itu sampai akhirnya keledai itu mati. Kata para ulama, ada dua ekor binatang yang tinggal di surga nanti: anjing ashabul kahfi dan keledainya Bal’am bin Baurah. (Bersambung.)


Tidak ada komentar: