Selasa, 04 Desember 2007

Transparansi Anggaran dalam Perspektif Islam

Sesungguhnya orang yang paling baik untuk kita ambil sebagai pekerja adalah orang yang memiliki kemampuan dan terpercaya”“(QS. 28:26)

Nabi Muhammad SAW bersabda:

“Janganlah kamu memperhatikan banyaknya shalat dan puasanya, jangan pula kamu perhatikan banyaknya haji dan kesalehannya. Tetapi perhatikanlah kejujurannya dalam menyampaikan informasi dan menjalankan amanat.”

Ali bin Abi Thalib berkata:

“Kejujuran akan menyelamatkan kamu walaupun kamu takut kepadanya dan kebohongan mencelakan kamu walaupun tenteram karenanya”

Pada tahun 38 H, khalifah Islam yang keempat Ali bin Abi Thalib mengangkat Malik al-Asytar sebagai Gubernur Mesir. Semula Malik menduduki jabatan sebagai Gubernur di Nashibin, sebuah daerah kecil yang tidak sekaya Mesir. Imam Ali sangat mencintainya karena keluhuran akhlaknya. Ia sangat taat beribadat, sangat tekun berjihad, dan sangat bersabar menghadapi rakyat.

Seperti Ali ia piawai dalam memainkan pedang, di medan pertempuran ia bukan saja tidak pernah mundur, tetapi juga tidak pernah kalah. Namanya saja sudah cukup menggetarkan nyali musuh-musuhnya. Dalam kehidupan sehari-hari, seperti Ali ia bukan saja sabar menghadapi kenakalan rakyatnya, tetapi juga sangat cepat memberikan maafnya.

Ketika ia menjabat Panglima Angkatan Bersenjata dari Khalifah Ali, ia berjalan melewati pasar. Pakaiannya sangat sederhana, terbuat dari katun yang kasar. Melihat pakaiannya yang kumuh, seorang penjaga toko melemparinya dengan dedaunan kotor, sekedar mencemoohkannya. Ia mengacuhkan penghinaan itu, menoleh pun tidak. Ia melanjutkan perjalanannya dengan tenang. Orang yang mengenal Malik menegur penjaga toko itu, “Tahukah kamu siapa yang telah kamu olok-olokan itu?”. Ketika disebut nama Malik bin al-Asytar berguncanglah seluruh sendi-sendi tubuhnya. Dengan ketakutan yang amat sangat, ia mengejar Malik. Ia mendapatkannya sedang berdoa di masjid. Setelah Malik selesai berdoa, ia menjatuhkan dirinya, berlutut memohon ampun atas kelakuannya yang buruk. Ia menangis terisak-isak. Malik mengangkat dagunya dan berkata. ”Demi Allah, aku datang ke Masjid untuk berdoa semoga Allah mengampuni kamu.”

Dengan akhlak yang begitu mulia, Malik segera mendapat kepercayaan Imam Ali. Ia mendapat SK sebagai Gubernur dan sekaligus untuk pertama kalinya dalam sejarah memperoleh petunjuk administratif menjalankan pemerintahan yang baik, good governance. Ini dokumen pemerintah daerah yang pertama di dalam Islam. Dokumen ini ditulis oleh seorang yang mendapat julukan dari penulis Kristiani Libanon George Jordac, The Voice of Human Justice, shawth al-‘adalah al-insaniyyah.

Di seberang sana, di pihak lawan, ada Muawiyyah, yang menegakkan pemerintahannya di atas kezhaliman dan perampasan hak rakyat. Ketika mendengar pengangkatan Malik, Muawiyyah menyuap seorang kepala daerah untuk menyambut Malik dalam perjalanannya ke Mesir. Dan ia menyambutnya dengan memasukkan racun (mungkin arsenikum) ke dalam minuman bercampur madu. Malik tidak sempat menjalankan perintah kepala negaranya, karena maut keburu menjemputnya.

Muawiyyah gembira mendengar berita itu, ia menyampaikan pidato sukacitanya : “Duhai racun pun telah menjadi tentara Tuhan. Ali bin Abi Thalib punya dua tangan kanan, yang satu Ammar bin Yassir telah dipatahkan di Shiffin. Yang kedua Malik al-Asytar telah kita patahkan sekarang”.

Ali tentu saja berduka cita. Ia berkata, “Malik, Siapakah Malik? Sekiranya Malik sebongkah batu, dialah batu yang keras dan padat. Sekiranya ia karang di samudera, ia karang yang perkasa yang tiada taranya. Seakan-akan kematian telah merenggut nyawaku sendiri.

Ali berduka cita, karena bersama kematiannya hilanglah pelaksanaan dari eksperimen pertama pelaksanaan good gocernance pada pemerintah daerah. Tapi kita patut bergembira karena gagasan Suara Keadilan itu dapat kita bicarakan lagi sekarang dalam konteks yang masih sangat relevan. Saya akan mencantumkan sebagian dari dokumen yang bersejarah ini.

Dokumen Pemda Islam Yang Pertama

Dengan Nama Allah Yang Maha Kasih dan Maha Sayang

Inilah yang telah diperintahkan oleh hamba Allah Ali Amirul Mukminin kepada Malik bin al-Asytar dalam perjanjian atasnya ketika ia mengangkatnya sebagai gubernur di Mesir untuk mengumpulkan pajak, memerangi musuh negara, mensejahterakan penduduk dan memakmurkan negeri.

Angkatlah para pejabat Anda setelah melalui proses pengujian, janganlah sekali-kali memilih orang karena ikatan kasih sayang atau hubungan pribadi, karena keduanya merupakan sumber kezhaliman dan pengkhianatan. Pilihlah di antara mereka orang-orang yang berpengalaman dan memiliki harga diri, dari keluarga yang terkenal kesalehannya dan keutamaannya di dalam Islam. Mereka adalah orang yang paling mulia akhlaknya, yang paling konsekuen dalam menjalankan urusannya, yang paling bersih reputasinya.

Kemudian berilah mereka gaji yang banyak karena gaji itu akan memperkuat mereka dalam memperbaiki diri mereka dan mencukupi keperluan mereka sehingga mereka tidak memanfaatkan apa yang berada dalam tanggung jawab mereka. Selain itu gaji mereka itu akan memperkuat untuk mendakwa mereka jika mereka menentang perintahmu.

Kemudian awasi pekerjaan mereka. Bentuklah tim pengawas dari orang-orang yang jujur dan setia karena pengawasan Anda akan mendorong mereka untuk menjalankan amanat secara setia dan menyayangi rakyat. Berhati-hatilah dengan para pejabatmu, jika salah seorang di antara mereka menjulurkan tangannya untuk berkhianat dan para pengawasmu sudah mengukuhkan penyelewengannya, cukuplah itu sebagai bukti.

Anda harus memberikan hukuman badan kepadanya dan mengembalikan dana yang sudah diselewengkannya, kemudian Anda harus menempatkannya pada keadaan yang memalukannya, memasukkannya dalam daftar hitam pengkhianatan, dan melingkarkan di lehernya kalung kejahatan.

Begitu saya baca dokumen Imam Ali itu saya teringat pada tindakan pemerintah Beijing kepada para koruptor. Ternyata Beijinglah yang menjalankan ajaran Islam ini ketimbang pemerintah Jakarta.

Pendekatan Individu dan Sosial

Di antara petunjuk Imam Ali dalam dokumen di atas kita menemukan pentingnya memilih pejabat yang memiliki akhlak yang mulia. Dan reputasi yang terhormat. Mereka juga harus terkenal tidak serakah dan tamak dalam mengejar kekayaan, semua itu dilakukan agar mereka tidak mengambil hak rakyat untuk kepentingannya sendiri.

Tetapi karakter yang baik saja tidak menjamin kejujuran. Imam Ali menegaskan pentingnya sistem kontrol atau pengawasan yang tidak memberikan peluang kepada para pejabat untuk melakukan penyelewengan. Sistem kontrol atau pengawasan ini harus dilakukan dengan sangat tegas. Ia harus didukung oleh law enforcement yang tidak pandang bulu.

Walhasil, dalam perspektif Islam yang saya sebut, pemecahan dalam untuk penyalahgunaan dana rakyat harus dilakukan dengan pendekatan individual dan sosial sekaligus.

Pendekatan individual harus dilakukan dengan mensyaratkan dua nilai dasar, yaitu

1). Kemampuan (competency, proficiency, expertise)

2). Kejujuran (Integrity, truthworthinesss, truthfulness)

Dalam Islam kejujuran itu diungkapkan dalam dua nilai utama yang menjadi sifat wajib bagi para Nabi, yaitu shidq dan amanat.

Pendekatan sosial dilakukan dengan mengikutsertakan sebanyak-banyaknya pengawas dari masyarakat. Kontrol sosial ini harus ditanggapi oleh pemerintah dengan segera.

Marilah kita mulai dengan sifat shidq dan amanat, saya berikan point-pointnya saja:

Shidq Sifat Para Nabi

Umat beragama harus bergabung dengan orang yang jujur.

Shidq adalah induk segala nilai, kejujuran membawa kita kepada segala kebaikan dan kebaikan itu membawa kita kepada surga kata Rasulullah.

Shidq dan amanat adalah ukuran sejati kesalehan. Saya tertarik untuk merubah paradigma dalam berpikir, menurut Qur'an dan hadits yang saya terima kalau orang tidak jujur dan tidak amanat, Allah akan menghapuskan segala pahala ibadahnya, saya perlu menegaskan sekarang bahwa ibadah-ibadah ritual dapat menghapuskan dosa-dosa perampasan hak rakyat, sehingga para pejabat melakukan korupsi besar-besaran dan memputihkannya dalam pelaksanaan umrah dan haji. Berdasarkan yang saya ketahui justru sebaliknya pelanggaran terhadap hak-hak rakyat dapat menghapuskan seluruh pahala ibadat ritual.

Yang terakhir tanpa menguraikan definisi shidq dan amanat, Shidq adalah kejujuran dalam menerima, mengolah dan menyampaikan informasi, lawan dari shidq adalah kidzb. Nabi Muhammad SAW menguraikan “Jauhilah oleh kamu dusta, karena dusta membawa kamu kepada kedurhakaan dan neraka”. Termasuk dusta adalah upaya untuk melakukan manipulasi dalam penerimaan, pengolahan dan penyampaian informasi.

Transparansi anggaran adalah salah satu bentuk shidq. Menyembunyikan anggaran sebaliknya adalah bentuk kebohongan yang paling jelas. Dalam kaidah ushul fiqh ditegaskan: ma la yatimmul wajib illa bih fahuwa wajib, kalau kewajiban tidak bisa dijalankan kecuali dengan sesuatu maka sesuatu itu menjadi wajib.

Shidq adalah kewajiban. Dalam pengelolaan anggaran kejujuran ini tidak bisa dijalankan kecuali dengan transparansi. Berdasarkan kaidah itu, maka menjalankan transparansi anggaran adalah wajib. Ini berarti, dalam pandangan Islam, menghindari transparansi anggaran adalah kemaksiatan yang dapat menghapuskan semua pahala ibadat kepada Tuhan.

Shidq berkaitan dengan amanat, Bila shidq berkaitan dengan proses informasi anggaran, amanat berkaitan dengan kesetiaan untuk mengalokasikan dan menditribusikan anggaran kepada yang berhak –dalam istilah Islam, menyampaikan amanat kepada ahlinya. Untuk mengontrol shidq dan amanat, diperlukan sistem pengawasan. Dengan menggunakan istilah para ahli ushul fiqh, kita dapat menyimpulkan bahwa pengawasan wajib karena shidq dan amanat tidak dapat berjalan tanpanya. Pengawasan tidak dapat dilakukan dengan baik tanpa transparansi anggaran.

Walhasil, dalam perspektif Islam, menegakkan transparansi anggaran adalah kewajiban agama yang mulia. Ia bukan saja menghantarkan manusia kepada berbagai kebajikan, tetapi juga menghantar mereka pada surga yang dijanjikan. Secara duniawi, transparansi anggaran dalam kata-kata Imam Ali adalah upaya “memerangi musuh negara, mensejahterakan penduduk dan memakmurkan negeri.

Saya ingin menggarisbawahi dari seluruh bahasan tadi, just one sentence: Meninggalkan transparansi anggaran adalah kemaksiatan yang dapat meghapuskan seluruh pahala ibadah kita.[]


Tidak ada komentar: