Minggu, 02 Desember 2007

Waktu Itulah Nabi Menangis

Pada suatu hari Rasulullah SAW datang ke masjid bersama Ibnu Mas’ud, Mu’adz bin Jabal, dan sahabat lain. Dia perintahkan Ibnu Mas’ud membaca Alquran. “Apakah aku harus membacakan padamu Alquran, padahal Alquran itu diturunkan kepadamu?” tanya Ibnu Mas’ud. “Benar, tetapi aku ingin mendengarkan dari orang lain”, sabda Nabi. Ibnu Mas’ud mulai bacaannya dari surat an-Nisa. Ketika sampai kepada ayat 41 : “maka bagaimana sekiranya kami datangkan seorang saksi dari setiap umat dan kami datangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu”.

Ibnu Mas’ud mengangkat kepala dan melihat Rasulullah terisak isak menangis, sehingga berguncang janggutnya. Air matanya membasahi pipi. Terdengar Nabi bergumam, “benar, Tuhanku. Aku bersaksi untuk mereka yang berada di tengah-tengahku sekarang. Bagaimana aku harus bersaksi dengan mereka yang tidak aku saksikan?”.

Riwayat di atas saya kutip dari buku Indaidzin ‘Bakaa al-Nabi SAW (Pada Saat Itulah Nabi Menangis), tulisan Abu Abd al-Rahman Khalid.

Nabi menangis ketika mendengar bacaan Alquran. Nabi melanjutkan tradisi para Nabi sebelumnya dan mencontohkan kebiasaan orang saleh sepanjang sejarah manusia. Tradisi orang-orang yang Allah anugrahkan kepada mereka kebahagiaan. Orang-orang yang Allah anugrahkan kepada mereka kenikmatan, yakni para Nabi dari keturunan Adam, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan diantara orang-orang yang kami tunjuki dan kami pilih. (Tanda mereka itu) ialah apabila dibacakan ayat-ayat Yang Mahakasih mereka merebahkan diri, bersujud, sambil menangis. (Maryam: 58).

Ibnu Katsir menerangkan tafsir ayat di atas, “yakni, apabila mereka mendengarkan firman Tuhan yang mengandung hujah-hujah-Nya, dalil-dalil-Nya, dan bukti-bukti-Nya, mereka bersujud kepada Tuhan dengan penuh kerendahan hati seraya memuji-Nya dan mensyukuri anugerah Tuhan yang agung pada mereka.

Pada suatu kesempatan Nabi SAW membacakan ayat-ayat yang memuji rahib Nasrani. Pujian Alquran untuk para rahib itu begitu indah sehingga sahabat bingung dan mempertanyakan kenapa islam tidak menyuruh umatnya jadi rahib saja. Nabi SAW membacakan ayat-ayat itu bukan untuk merahibkan kita, tetapi untuk meniru perilaku mereka. Apa perilaku mereka?

“Sungguh akan kamu temukan orang-orang yang paling keras memusuhi orang-orang beriman adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sungguh akan kamu temukan orang-orang yang paling mencintai orang-orang beriman adalah orang-orang yang berkata: Kami Nashara. Karena diantara mereka ada para pendeta dan rahib. Mereka itu tidak sombong. Apabila mendengar apa yang diturunkan kepada Rasul, kamu lihat mereka mencurahkan air matanya karena mereka mengenal kebenaran di dalamnya. Mereka berkata: “Tuhan kami, kami beriman. Tuliskan kami bersama orang-orang yang menyaksikan kebenaran“. (Al-Maidah: 82-83).

Lebih 1000 tahun setelah Alquran turun, Jeffry Lang, profesor matematika di AS mencari agama dengan sikap kritis. Dia bertemu dengan Alquran dan takjub atas pertanyaannya. Di hadapan Tuhan, ketika dia salat pertama kali, waktu membaca Al-Fatihah, dia menangis terisak-isak. Muallaf baru ini ternyata lebih dekat dengan contoh para nabi ketimbang kita.

Apa yang harus kita lakukan supaya bisa membaca Alquran seperti Lang? Muhammad Iqbal, filsuf Islam dari anak benua India, menjawab dengan kisah hidupnya. Pada waktu kecil, dia suka membaca Alquran bakda subuh. Ketika dia bertanya, ayahnya berkata, “Bacalah Alquran seakan-akan dia diturunkan untuk kamu!”. Supaya anda bisa menangis, masukkan ke hatimu bahwa Tuhan sedang menyapa kamu, berdialog dengan kamu, dan menjawab semua pertanyaan kamu.


Tidak ada komentar: