Hadirin-hadirat yang berbahagia.
Ketika fajar menyingsing pada dini hari Idhul Fitri, kita mendengar bukan hanya gemuruh suara takbir yang membesarkan Allah. Jauh dalam lubuk hati, kita mendengar gemuruh perasaan yang mengharu-biru, gemuruh suara kepedihan dan kegembiraan, gemuruh tangis dan tawa. Kita menangis karena mengenang Ramadhan, yang tiba-tiba meninggalkan kita, pada akhir waktunya, pada ujung jangkanya, pada kesempurnaan bilangannya. Kita tertawa karena tiba pada hari bersyukur, yang mengantarkan kita pada curahan hujan kasih sayang Allah, yang tidak ada batasnya, tidak ada hingganya dan tidak ada henti-hentinya.
Hari ini ketika berkumpul di tempat yang mulia ini, memenuhi panggilan ilahi:
Marilah kita lihat nikmat yang paling besar bagi kita hari ini, adalah nikmat kehidupan. Tengok ke kiri dan ke kanan kita. Ada banyak orang yang dipilih Tuhan untuk kembali pada-Nya. Mereka tidak dapat hadir di tempat ini; mereka tidak dapat menggemakan takbir bersama kita; mereka tidak bisa mengulurkan tangan meminta maaf; mereka membisu ketika kita semua gelak tertawa berbagi bahagia. Nikmat kehidupan telah di ambil dari mereka.
Tetapi dalam kehidupan ini bukankah kita sering menyakiti orang tua kita. Pernahkah kita membentak orangtua kita atau menyampaikan kata-kata yang menusuk jantung orang-orang yang menyayangi kita? Pernahkah kita membuat air mata mereka berderai tanpa haq setelah ayah kita setelah ayah kita bermandi keringat atau ibu kita berlumuran darah untuk membesarkan kita. Pada Idul Fithri hari ini, kalian belum bersyukur kepada Allah sebelum membahagiakan hati kedua orangtuamu. Maka dari itu penuhi keinginannya selama tidak menyuruh kita maksiat kepada Tuhan. Bersihkan debu-debu kedukaan dari muka mereka dengan siraman airmata kita. Hilangkan kabut kerisauan dari hati mereka dengan cahaya akhlak kita. Minta maaflah kepada mereka, karena selama ini kita terlalu sering mengecewakan mereka dan belum cukup membahagiakannya. Tahukah kita bahwa pada malam Qadar semua doa diijabah Tuhan kecuali doa seorang anak yang menyakiti hati orangtuanya!
Dalam hadis Qudsi, Allah swt berkata kepada orang yang durhaka kepada orangtuanya: I'mal ma syi'ta min al-thaat, fa inni la aghfiru laka. Lakukan ketaatan apa pun yang kamu sukai, tetapi Aku tidak akan (menerima semua amalmu dan tidak akan) mengampunimu (Kanz al-`Ummal, hadis 45527).
Beruntunglah saudara-saudara yang masih memiliki orangtua. Datanglah kepada mereka. Mohonkan maaf kepada mereka, selagi mereka masih hidup. Apa yang harus kita lakukan, kalau orangtua kita sudah meninggal dunia?
Pada suatu hari Isa putra Maryam a.s. melewati sebuah kuburan. Ketika tirai kegaiban diangkat, ia melihat penghuni kubur itu tengah diazab Allah. Pada tahun berikutnya, ia melewati kuburan yang sama, dan penghuni kubur itu dibebaskan Tuhan dari azabnya. Isa as bertanya: Tuhanku, tahun yang lalu aku melewati kuburan ini dan ia menderita azab kubur. Tahun ini aku melewatinya dan ia dibebaskan dari azab itu? Allah swt berfirman: Ya Ruh Allah, ia punya anak yang saleh. la memperbaiki jalan (untuk kepentingan umum). la melindungi anak yatim. Karena amal saleh anaknya, aku mengampuni dosa-dosanya (AI-Wasail, 11:561).
Berdoalah kepada orangtua kita yang sudah kembali kepada Allah dan antarkan doa-doa itu dengan amal saleh.
Berbahagialah orangtua yang mempunyai anak yang saleh. Jika melalui orangtua Tuhan mengalirkan nikmat kehidupan kepada kita, melalui anak-anak kita Tuhan mengalirkan nikmat kebahagiaan dalam hidup kita.
Pada suatu hari, Rasulullah saw menemui Utsman bin Mazh'un. Bersamanya ada anak kecil yang terus-menerus diciuminya. Rasulullah saw bertanya: Ibnuka hadza? Apakah ini anakmu. Kata Utsman: Benar! Apakah kamu mencintainya? iya, ya Rasulallah. Inni Uhibbuh. Betul, ya Rasullalah. Aku mencintainya. Rasulullah bersabda: Maukah aku tambah kecintaanmu kepadanya. Utsman menjawab: Tentu, fidaaka abii wa ummi. Biarlah ayah dan ibuku menjadi tebusanmu. Lalu Rasulullah bersabda: Sesungguhnya siapa saja yang membahagiakan anak yang kecil dari keturunannya sampai ia betul-betul bahagia, Allah pun akan membahagiakannya pada hari kiamat sampai ia betul-betul bahagia (Kanz al-`Ummal, hadits 45959).
Ketika melihat Rasulullah saw mencium Hasan dan Husayn, AI-Aqra' bin Habis berkata: Aku punya anak sepuluh, tidak ada satu pun yang aku cium. Rasulullah saw murka sampai berubah airmukanya: Sekiranya Allah telah mencabut kasih sayang dari hatimu, apa lagi yang bisa aku lakukan padamu. Siapa saja yang tidak menyayangi anaknya dan tidak memuliakan orangtuanya ia tidak termasuk golongan kami. (Bihar al-Anwar 43:282-3).
Karena itu, ungkapkanlah syukur kita kepada Allah dengan mencintai anak-anak kita secara tulus: maafkan kesalahan mereka, bahagiakan hati mereka, kuatkan tubuh mereka, cerdaskan otak mereka, indahkan akhlak mereka. Pandanglah mereka dengan tatapan kasih kita. Peluk mereka dengan dekapan saying kita. Sapalah mereka dengan kata-kata cinta kita. Rasulullah saw bersabda: "Muliakanlah anak-anak kamu karena mereka adalah anugrah Allah kepadamu!".
Cintai pasanganmu!
Melalui siapakah anak-anak kita lahir ke dunia ini? Melalui pasangan kita: suami atau istri kita. Karena itu, nyatakan syukur bapak kepada Allah dengan mencintai istri bapak setulus-tulusnya: bahagiakan hatinya dengan kelembutan pembicaraanmu, dengan keutamaan perhatianmu, dengan kemuliaan pemberianmu. Jangan sakiti hatinya dengan kekasaran ucapanmu, dengan pengabaian perhatianmu, dengan kebakhilan pemberianmu. Tertawalah bersama kegembiraannya. Menangislah bersama dukacitanya.
Ibu, tampakkan syukur Ibu kepada Allah dengan mencintai suami ibu tanpa syarat. Kenanglah kebaikannya pada ibu. Ingatlah bagaimana suami ibu telah membanting tulang untuk membuat ibu bahagia, terkadang dengan mengorbankan kesehatan tubuhnya dan keamanan jiwanya. Ungkapkanlah terimakasih ibu kepada suami ibu dengan mentaati perintahnya, dengan menyenangkan hatinya, dengan memberikan seluruh kesetiaan ibu kepadanya. Tegakah ibu, sementara suami ibu berusaha keras membahagiakan ibu, di belakang dia ibu tidak menjaga kehormatan ibu. Tahanlah mulut ibu dari kata-kata yang menyakitkan dia. Kendalikan hawa nafsu ibu dari perbuatan yang mengkhianati dia. Pada saat yang sama, ulurkan maaf ibu kepadanya; karena suamimu bukanlah manusia yang sempurna.
Suami istri yang bersyukur kepada Allah adalah mereka yang memelihara kasih sayang di antara mereka, yang tetap tabah mempertahankan perahu rumahtangganya dalam amukan taufan kehidupan. Suami istri yang bersyukur kepada Allah adalah yang berusaha untuk menjaga diri mereka agar tidak saling menyakiti atau saling merendahkan. Tahukah ibu dan bapak, bahwa menyakiti suami atau istri akan menghapuskan semua pahala amal saleh kita:
Apabila seorang istri menyakiti suaminya, Allah tidak akan menerima salatnya dan semua amal baiknya sampai ia membantunya dan membahagiakannya kembali, walau pun ia berpuasa sepanjang masa...Begitu pula lelaki memikul dosa yang sama bila ia menvakiti dan berbuat zalim kepada istrinya. (Al-Wasail 14:116).
Bersyukur pada sesama manusia
Akhirnya, banyak sekali manusia-manusia di sekitar kita, yang melalui mereka Allah mengalirkan nikmatnya kepada kita. Mereka adalah guru-guru kita, tetangga kita, saudara kita. Tapi di antara mereka ada orang-orang yang paling berjasa dalam hidup kita tetapi hampir tidak pernah menerima ungkapan terimakasih atau apresiasi kita. Bahkan mereka adalah orang-orang yang tanpa sadar kita zalimi sepanjang waktu. Mereka adalah kaum fuqara dan masakin. Rasulullah saw bersabda: Hal tunsharuna wa turzaquna illa bi dhu'afaikum! Bukanlah kalian ditolong dan diberi rezeki berkah orang-orang kecil di antara kalian, oleh dhu'afa.
Berterimakasihlah kepada mereka: Jangan merendahkan kehormatan mereka. Jangan menyakiti hati mereka. Jangan merampas hak mereka. Jangan menggunakan nama mereka untuk memperkaya dirimu. Sebab dengan begitu kalian sudah berbuat zalim kepada mereka. Allah swt berkata kepada Dawud as:
"Katakan kepada orang yang zalim untuk tidak berzikir menyebut namaKu. Sesungguhnya wajiblah bagiKu mengingat orang yang mengingatKu. Dan sesungguhnya ingatanKu atau sebutanKu kepada mereka adalah Aku melaknatnya" (Kanz al-`Ummal hadis 7615)
Jadi kalau kita berbuat zalim kepada siapa saja, apalagi rakyat kecil, kita tidak perlu masuk masjid, bahkan jangan menyebut nama Allah sekali pun. Setiap kali kita menyebut Allah Akbar, Allah melaknat kita. Begitu pula, kalau kita menyakiti hamba-hamba Allah mana pun -orangtua, anak, suami, istri, tetangga dan sebagainya- seluruh amal ibadat kita ditolak dan kita dilaknat di dunia dan di akhirat.
"Sesungguhnya (orang yang menyakiti hamba Allah sama dengan) orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Bagi mereka laknat Allah di dunia dan di akhirat. Dan Allah mempersiapkan bagi mereka azab yang sangat menghinakan. Dan orang-orang yang menyakiti mukminin dan mukminat bukan karena kesalahan mereka, mereka sudah memikul fitnah keji dan dosa yang nyata" (AI-Ahzab 56-57).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar