Selasa, 04 Desember 2007

Khotbah Idhul Fitri 1

Hadirin-hadirat yang berbahagia.

Pagi ini kita berkumpul untuk menyampaikan syukur kepada Allah swt. Telah kita selesaikan 30 hari penuh ibadah dan kesucian. Ketika kita mendengar azan maghrib kemarin, ketika kita menggumamkan doa "Allahumma laka shumtu ...", ketika kita berbuka bersama keluarga kita, kita tersentak...Ramadhan sudah meninggalkan kita. Telah kita tinggalkan saat-saat bahagia ketika kita berkumpul bersama keluarga setelah selesai azan magrib, saat-saat yang indah ketika kita memenuhi masjid untuk menuntut ilmu, tadarus dan tarawih, saat-saat yang khidmat ketika kita bangun di waktu dini hari, akan sahur seraya menjelang salat subuh dan zikir, istigfar dan doa.

Telah pergi bulan yang kedatangannya membawa gembira dan bahagia dan kepergiannya meninggalkan kesepian dan dukacita. Telah pergi bulan yang di dalamnya harapan dihamparkan dan amal disebarkan. Telah pergi bulan yang di dalamnya para pendosa membasahi sajadahnya dengan air mata penyesalan. Telah pergi bulan yang di dalamnya orang kaya berbagi rezeki dengan orang-orang yang kekurangan. Telah pergi bulan yang di dalamnya ada Malam Kemuliaan yang lebih baik dari seribu bulan. Telah pergi bulan yang memberikan kesempatan untuk beribadat kepada yang Mahakuasa dan berkhidmat kepada sesama manusia.

Ketika fajar menyingsing pada dini hari Idhul Fitri, kita mendengar bukan hanya gemuruh suara takbir yang membesarkan Allah. Jauh dalam lubuk hati, kita mendengar gemuruh perasaan yang mengharu-biru, gemuruh suara kepedihan dan kegembiraan, gemuruh tangis dan tawa. Kita menangis karena mengenang Ramadhan, yang tiba-tiba meninggalkan kita, pada akhir waktunya, pada ujung jangkanya, pada kesempurnaan bilangannya. Kita tertawa karena tiba pada hari bersyukur, yang mengantarkan kita pada curahan hujan kasih sayang Allah, yang tidak ada batasnya, tidak ada hingganya dan tidak ada henti-hentinya.

Hadirin Hadirat yang berbahagia

Baru saja kita meninggalkan rumah kita dengan iringan takbir. Baru saja kita melanjutkan takbir di mesjid ini. Baru saja kita bersama-sama mengangkat tangan berulang kali mengucapkan Allahu Akbar. Baru saja kita meratakan dahi kita diatas sajadah sambil mengumamkan Subhana Rabbiyal ‘Ala wa bi hamdih. Sekarang kita duduk bersimpuh di halaman kebesaran Allah SWT. Marilah kita rasakan semilir angin pagi mengusap muka kita. Marilah kita rasakan hangatnya matahari pagi merambat pada setiap pori-pori kulit kita. Marilah kita hirup wewangian surgawi yang memancar dari keberkahan Idul Fitri.

Perlahan-lahan, sedikit demi sedikit marilah kita kosongkan pikiran kita sejenak. Marilah kita ingat orang-orang yang kita cintai dalam hidup ini. Kenanglah ayah-ibu kita, kakek-nenek, suami-istri, kakak-adik, tetangga, kekasih, atau siapa pun mereka yang pada hari ini tidak dapat berbagi bahagia bersama. Ada diantara mereka yang sekarang lagi diperantauan, lagi terbaring sakit atau ada yang sudah dipanggil Allah untuk menghadapnya. Kemanakah ayah atau ibu yang pada lebaran lalu memeluk dan menyambut uluran tangan kita dengan kasih sayangnya? Kemanakah kakek atau nenek, yang pada lebaran lalu masih mencium kita? Kemanakah suami ibu atau istri bapak yang pada lebaran lalu masih bersama-sama dengan keluarga? Kemanakah kakak atau adik kita yang pada lebaran lalu gelak tertawa berbagi bahagia bersama kita? Kemanakah, tetangga, kekasih, sahabat yang lebaran lalu masih sempat menyalami kita dan mengirimkan kartu lebaran, mengucapkan selamat hari raya idhul fitri. Ya Allah hari ini mereka tidak dapat berlebaran bersama kami, tidak bisa kami ulurkan tangan kami untuk meminta maaf atas dosa-dosa kami kepada mereka. Tidak bisa kami undang mereka untuk berkumpul dirumah kami. Tetapi kami mohon Ya Allah masukkanlah rasa bahagai kepada mereka. Harumkanlah kuburan mereka dengan wewangian doa-doa kami. Sampaikanlah salam kami yang tulus kepada mereka. Ringankan beban yang menimpa mereka di alam kubur.

Hadirin-hadirat yang berbahagia.

Hari ini ketika berkumpul di tempat yang mulia ini, memenuhi panggilan ilahi:

Dan hendaklah kamu sempurnakan bilangan puasamu dan Kau besarkan Allah atas petunjuk-Nya kepadamu supaya kalian bersyukur ( Al-Baqarah 185).

Berbagai kewajiban telah kita lakukan: berpuasa, berzakat, membesarkan asma Allah dan sebagainya. Bersyukur adalah kewajiban berikutnya. Allah swt hanya membagi umat manusia pada dua golongan saja apa pun mazhabnya, apa pun agamanya.

Inna hadaynahu sabila, imam syakiran wa imma kafura

Kami tunjuki manusia kepada dua jalan; bersyukur atau kufur’ (Al-Dahr)

Usai berpuasa, pada hari ini pun hanya ada dua golongan saja; orang yang bersyukur dan orang yang kufur. Pada hari kiamat pun Tuhan hanya akan memisahkan manusia dengan pertanyaan apakah ia bersyukur atau tidak. Pada hari kiamat, Tuhan akan bertanya kepada salah seorang hambaNya; A syakarta fulaanan? Apakah kamu bersyukur kepada si fulan? Hamba itu menjawab: Bal syakartuka ya Rabb. Tetapi aku bersyukur pada-Mu ya Rabb. Tuhan berfirman: Lam tasykurni idza lam tasykurhu. Kamu belum bersyukur kepada-Ku sebelum kamu bersyukur kepadanya (Bihar al-Anwar 71:28)

Kita belum dihitung bersyukur kepada Tuhan, hanya dengan bersujud bersyukur kepada-Nya. Kita belum bersyukur kepada-Nya walaupun kita sudah puluhan kali melakukan haji dan umrah, walaupun sudah ratusan rakaat salat kita lakukan pada malam qadar, walaupun sudah hamper setiap malam kita rukuk dan sujud di hadapannya, walaupun sudah puluhan kali kita khatam Qur’an. Kita belum dihitung bersyukur kepada-Nya sebelum mampu berterima kasih kepada orang-orang yang melalui mereka Tuhan mengalirkan nikmat-Nya kepada kita.

Bersyukur kepada orang tua

Marilah kita lihat nikmat yang paling besar bagi kita hari ini, adalah nikmat kehidupan. Tengok ke kiri dan ke kanan kita. Ada banyak orang yang dipilih Tuhan untuk kembali pada-Nya. Mereka tidak dapat hadir di tempat ini; mereka tidak dapat menggemakan takbir bersama kita; mereka tidak bisa mengulurkan tangan meminta maaf; mereka membisu ketika kita semua gelak tertawa berbagi bahagia. Nikmat kehidupan telah di ambil dari mereka.

Melalui siapakah Allah swt mengalirkan nikmat kehidupan kepada kita? Melalui kedua ayah bunda kita.

`Dan Kami wasiatkan kepada manusia untuk berbakti kepada orangtuanya. (Ingatlah) ibunya mengandungkan dia dengan kepayahan di atas kepayahan dan menyusuinya sampai dua tahun. Hendaklah kamu bersyukur kepadaKu dan kepada orangtuamu." (Luqman 14).

Tetapi dalam kehidupan ini bukankah kita sering menyakiti orang tua kita. Pernahkah kita membentak orangtua kita atau menyampaikan kata-kata yang menusuk jantung orang-orang yang menyayangi kita? Pernahkah kita membuat air mata mereka berderai tanpa haq setelah ayah kita setelah ayah kita bermandi keringat atau ibu kita berlumuran darah untuk membesarkan kita. Pada Idul Fithri hari ini, kalian belum bersyukur kepada Allah sebelum membahagiakan hati kedua orangtuamu. Maka dari itu penuhi keinginannya selama tidak menyuruh kita maksiat kepada Tuhan. Bersihkan debu-debu kedukaan dari muka mereka dengan siraman airmata kita. Hilangkan kabut kerisauan dari hati mereka dengan cahaya akhlak kita. Minta maaflah kepada mereka, karena selama ini kita terlalu sering mengecewakan mereka dan belum cukup membahagiakannya. Tahukah kita bahwa pada malam Qadar semua doa diijabah Tuhan kecuali doa seorang anak yang menyakiti hati orangtuanya!

Dalam hadis Qudsi, Allah swt berkata kepada orang yang durhaka kepada orangtuanya: I'mal ma syi'ta min al-thaat, fa inni la aghfiru laka. Lakukan ketaatan apa pun yang kamu sukai, tetapi Aku tidak akan (menerima semua amalmu dan tidak akan) mengampunimu (Kanz al-`Ummal, hadis 45527).

Beruntunglah saudara-saudara yang masih memiliki orangtua. Datanglah kepada mereka. Mohonkan maaf kepada mereka, selagi mereka masih hidup. Apa yang harus kita lakukan, kalau orangtua kita sudah meninggal dunia?

Pada suatu hari Isa putra Maryam a.s. melewati sebuah kuburan. Ketika tirai kegaiban diangkat, ia melihat penghuni kubur itu tengah diazab Allah. Pada tahun berikutnya, ia melewati kuburan yang sama, dan penghuni kubur itu dibebaskan Tuhan dari azabnya. Isa as bertanya: Tuhanku, tahun yang lalu aku melewati kuburan ini dan ia menderita azab kubur. Tahun ini aku melewatinya dan ia dibebaskan dari azab itu? Allah swt berfirman: Ya Ruh Allah, ia punya anak yang saleh. la memperbaiki jalan (untuk kepentingan umum). la melindungi anak yatim. Karena amal saleh anaknya, aku mengampuni dosa-dosanya (AI-Wasail, 11:561).

Berdoalah kepada orangtua kita yang sudah kembali kepada Allah dan antarkan doa-doa itu dengan amal saleh.

"Kepada Allah naik doa-doa yang baik, dan amal salehlah yang mengangkatnya" (Fathir 10). Berikan kontribusi kepada masyarakat bukan hanya memperbaiki jalan untuk kenyamanan perjalanan mereka, tetapi juga memberi jalan untuk kebahagiaan mereka. Lindungi anak-anak yatim, beri makan orang yang kelaparan, beri pakaian orang yang telanjang, bayarkan utang orang yang berutang, bantulah orang yang mendapat kesulitan, obati orang yang sakit, bela orang yang terzalimi, hiburlah orang yang berduka cita. Dan hadiahkan itu semua kepada orangtua yang tercinta. Dengan begitu Anda sudah memasukkan rasa bahagia kepada mereka. Mudah-mudahan, dari balik ufuk alam barzakh, orangtua kita tersenyum, rido kepada kita dan memaafkan kita. Mudah­-mudahan dengan rido mereka Allah swt meridoi kita dan mengampuni dosa-dosa kita. Dari lubuk hati kita yang paling dalam, marilah kita ucapkan: Rabbighfirr wa Ii walidayya warhamhuma kama rabbayani shaghira!

Berkhidmat kepada anak

Berbahagialah orangtua yang mempunyai anak yang saleh. Jika melalui orangtua Tuhan mengalirkan nikmat kehidupan kepada kita, melalui anak-anak kita Tuhan mengalirkan nikmat kebahagiaan dalam hidup kita.

Pada suatu hari, Rasulullah saw menemui Utsman bin Mazh'un. Bersamanya ada anak kecil yang terus-menerus diciuminya. Rasulullah saw bertanya: Ibnuka hadza? Apakah ini anakmu. Kata Utsman: Benar! Apakah kamu mencintainya? iya, ya Rasulallah. Inni Uhibbuh. Betul, ya Rasullalah. Aku mencintainya. Rasulullah bersabda: Maukah aku tambah kecintaanmu kepadanya. Utsman menjawab: Tentu, fidaaka abii wa ummi. Biarlah ayah dan ibuku menjadi tebusanmu. Lalu Rasulullah bersabda: Sesungguhnya siapa saja yang membahagiakan anak yang kecil dari keturunannya sampai ia betul-betul bahagia, Allah pun akan membahagiakannya pada hari kiamat sampai ia betul-betul bahagia (Kanz al-`Ummal, hadits 45959).

Ketika melihat Rasulullah saw mencium Hasan dan Husayn, AI-Aqra' bin Habis berkata: Aku punya anak sepuluh, tidak ada satu pun yang aku cium. Rasulullah saw murka sampai berubah airmukanya: Sekiranya Allah telah mencabut kasih sayang dari hatimu, apa lagi yang bisa aku lakukan padamu. Siapa saja yang tidak menyayangi anaknya dan tidak memuliakan orangtuanya ia tidak termasuk golongan kami. (Bihar al-Anwar 43:282-3).

Karena itu, ungkapkanlah syukur kita kepada Allah dengan mencintai anak-anak kita secara tulus: maafkan kesalahan mereka, bahagiakan hati mereka, kuatkan tubuh mereka, cerdaskan otak mereka, indahkan akhlak mereka. Pandanglah mereka dengan tatapan kasih kita. Peluk mereka dengan dekapan saying kita. Sapalah mereka dengan kata-kata cinta kita. Rasulullah saw bersabda: "Muliakanlah anak-anak kamu karena mereka adalah anugrah Allah kepadamu!".

Cintai pasanganmu!

Melalui siapakah anak-anak kita lahir ke dunia ini? Melalui pasangan kita: suami atau istri kita. Karena itu, nyatakan syukur bapak kepada Allah dengan mencintai istri bapak setulus-tulusnya: bahagiakan hatinya dengan kelembutan pembicaraanmu, dengan keutamaan perhatianmu, dengan kemuliaan pemberianmu. Jangan sakiti hatinya dengan kekasaran ucapanmu, dengan pengabaian perhatianmu, dengan kebakhilan pemberianmu. Tertawalah bersama kegembiraannya. Menangislah bersama dukacitanya.

Ibu, tampakkan syukur Ibu kepada Allah dengan mencintai suami ibu tanpa syarat. Kenanglah kebaikannya pada ibu. Ingatlah bagaimana suami ibu telah membanting tulang untuk membuat ibu bahagia, terkadang dengan mengorbankan kesehatan tubuhnya dan keamanan jiwanya. Ungkapkanlah terimakasih ibu kepada suami ibu dengan mentaati perintahnya, dengan menyenangkan hatinya, dengan memberikan seluruh kesetiaan ibu kepadanya. Tegakah ibu, sementara suami ibu berusaha keras membahagiakan ibu, di belakang dia ibu tidak menjaga kehormatan ibu. Tahanlah mulut ibu dari kata-kata yang menyakitkan dia. Kendalikan hawa nafsu ibu dari perbuatan yang mengkhianati dia. Pada saat yang sama, ulurkan maaf ibu kepadanya; karena suamimu bukanlah manusia yang sempurna.

Suami istri yang bersyukur kepada Allah adalah mereka yang memelihara kasih sayang di antara mereka, yang tetap tabah mempertahankan perahu rumahtangganya dalam amukan taufan kehidupan. Suami istri yang bersyukur kepada Allah adalah yang berusaha untuk menjaga diri mereka agar tidak saling menyakiti atau saling merendahkan. Tahukah ibu dan bapak, bahwa menyakiti suami atau istri akan menghapuskan semua pahala amal saleh kita:

Apabila seorang istri menyakiti suaminya, Allah tidak akan menerima salatnya dan semua amal baiknya sampai ia membantunya dan membahagiakannya kembali, walau pun ia berpuasa sepanjang masa...Begitu pula lelaki memikul dosa yang sama bila ia menvakiti dan berbuat zalim kepada istrinya. (Al-Wasail 14:116).

Bersyukur pada sesama manusia

Akhirnya, banyak sekali manusia-manusia di sekitar kita, yang melalui mereka Allah mengalirkan nikmatnya kepada kita. Mereka adalah guru-guru kita, tetangga kita, saudara kita. Tapi di antara mereka ada orang-orang yang paling berjasa dalam hidup kita tetapi hampir tidak pernah menerima ungkapan terimakasih atau apresiasi kita. Bahkan mereka adalah orang-orang yang tanpa sadar kita zalimi sepanjang waktu. Mereka adalah kaum fuqara dan masakin. Rasulullah saw bersabda: Hal tunsharuna wa turzaquna illa bi dhu'afaikum! Bukanlah kalian ditolong dan diberi rezeki berkah orang-orang kecil di antara kalian, oleh dhu'afa.

Berterimakasihlah kepada mereka: Jangan merendahkan kehormatan mereka. Jangan menyakiti hati mereka. Jangan merampas hak mereka. Jangan menggunakan nama mereka untuk memperkaya dirimu. Sebab dengan begitu kalian sudah berbuat zalim kepada mereka. Allah swt berkata kepada Dawud as:

"Katakan kepada orang yang zalim untuk tidak berzikir menyebut namaKu. Sesungguhnya wajiblah bagiKu mengingat orang yang mengingatKu. Dan sesungguhnya ingatanKu atau sebutanKu kepada mereka adalah Aku melaknatnya" (Kanz al-`Ummal hadis 7615)

Jadi kalau kita berbuat zalim kepada siapa saja, apalagi rakyat kecil, kita tidak perlu masuk masjid, bahkan jangan menyebut nama Allah sekali pun. Setiap kali kita menyebut Allah Akbar, Allah melaknat kita. Begitu pula, kalau kita menyakiti hamba-hamba Allah mana pun -orangtua, anak, suami, istri, tetangga dan sebagainya- seluruh amal ibadat kita ditolak dan kita dilaknat di dunia dan di akhirat.

"Sesungguhnya (orang yang menyakiti hamba Allah sama dengan) orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Bagi mereka laknat Allah di dunia dan di akhirat. Dan Allah mempersiapkan bagi mereka azab yang sangat menghinakan. Dan orang-orang yang menyakiti mukminin dan mukminat bukan karena kesalahan mereka, mereka sudah memikul fitnah keji dan dosa yang nyata" (AI-Ahzab 56-57).

Pada hari ini marilah kita kenang orang-orang yang telah kita sakiti dengan lidah dan tangan kita. Kenanglah saudara kita, sahabat kita, rekan kerja kita, tetangga kita, dan siapa saja hamba Allah di bumi ini. Mungkin kita pernah memaki mereka di muka dan mengunjingkan mereka di belakang. Mungkin kita pernah menyebarkan fitnah yang menjatuhkan kehormatannya. Mungkin kita juga pernah membuat dusta untuk menimbulkan kebencian orang kepadanya. Datanglah kepadanya siapa pun dia. Jangan korbankan akhirat kita hanya karena godaan dunia. Dengan ketulusan hati mohonkan maafnya. Kembalikan kehormatannya yang telah kita hancurkan. Kembalikan kedamaian yang sudah kita kacaukan. Semoga Allah tidak melaknat kita di dunia dan di akhirat akibat dosa-dosa yang kita lakukan. Mudah-mudahan Idhul Fitri kali ini dapat mengembalikan kita semua pada kesucian. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.




Tidak ada komentar: